Boleh kaya dengan cara halal

MULIA DENGAN HIDUP SEDERHANA

Saudaraku,
Sudah menjadi tabiat manusia, ia akan lebih konsumtif menghamburkan uang, manakala mulai mengeyam kehidupan yang mapan dan kemudahan ekonomi. Seolah-olah kekayaan kurang berarti banyak bila pemiliknya tidak mempergunakannya untuk keperluan yang lebih besar dan kemewahan. Misalnya dengan banyak memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang kurang penting baginya. Begitulah keadaan seseorang, ia lebih mudah beradaptasi dengan hidup enak ketimbang dengan hidup menderita. Al Qur`ân telah menegaskan bahwa tipologi manusia, menghamburkan uang dan berfoya-foya saat berada dalam kondisi berada, menghindari gaya kesederhanaan dan keseimbangan. Allah Azza wa Jalla berfirman,

 وَلَوْ بَسَطَ اللَّهُ الرِّزْقَ لِعِبَادِهِ لَبَغَوْا فِي الْأَرْضِ وَلَٰكِنْ يُنَزِّلُ بِقَدَرٍ مَا يَشَاءُ ۚ إِنَّهُ بِعِبَادِهِ خَبِيرٌ بَصِيرٌ 

"Dan jikalau Allah melapangkan rizki kepada hamba-hamba-Nya tentulah mereka akan melampaui batas di muka bumi, tetapi Allah menurunkan apa yang dikehendaki-Nya dengan ukuran. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui keadaan hamba-hamba-Nya lagi Maha Melihat."

(QS. Asy-Syûra: 27)

‘Ali bin Tsâbit rahimahullah berkata,

اْلعَقْــــــلُ آفَـتُهُ الْإِعْجَابُ وَالْغَضَــبُ وَالْمَالُ آفَـتُهُ التَّــبْذِيْرُ وَالنَّــهْبُ التمهيد لابن عبد البر 7 / 250

"Kelemahan akal
 itu bangga diri dan emosi. Dan penyakit harta itu pemborosan dan perampokan."

Saudaraku, 
Al-Qur`an telah menjelaskan cara pengelolaan ekonomi dengan segala penjabarannya, yang intinya mencakup dua hal. Inilah yang dimaksud dengan _ushûl iqtishâd_, yaitu _husnun nazhari fiktisâbil mâl_ (kecakapan mencari materi) dan _husnun nazhar fi sharfihi fi mashârifihi_ (kecakapan membelanjakan harta pada pos-pos pengeluaran yang tepat). Lihatlah, bagaimana Allah Azza wa Jalla membuka jalan bagi _ma’îsyah_ (penghasilan) melalui cara-cara yang tetap menjaga _muru`ah_ (kehormatan) dan agama. Allah Azza wa Jalla berfirman,

 فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلَاةُ فَانْتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ وَابْتَغُوا مِنْ فَضْلِ اللَّهِ وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

"Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung."

(QS. Al-Jumu’ah: 10)

Begitu pula Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memerintahkan agar manusia bersikap hemat dalam pembelanjaan. Allah Azza wa Jalla berfirman,

 وَلَا تَجْعَلْ يَدَكَ مَغْلُولَةً إِلَىٰ عُنُقِكَ وَلَا تَبْسُطْهَا كُلَّ الْبَسْطِ فَتَقْعُدَ مَلُومًا مَحْسُورًا

"Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenngu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal." 

(QS. Al-Isrâ: 29)

Saudaraku,
Agar tercipta mentalitas yang baik berhubungan dengan gaya hidup itu, Allah Azza wa Jalla memerintahkan manusia agar dalam pemenuhan kebutuhannya dilakoni secara bersahaja, tengah-tengah, dan tidak boros dalam pengeluaran. Allah Azza wa Jalla berfirman,

 يَا بَنِي آدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَا تُسْرِفُوا ۚ إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ 

"Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, dan jangan berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan."

 (QS. Al-A’râf: 31)

 وَلَا تُسْرِفُوا ۚ إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ 

"Dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebihan." 

(QS. Al-An’am:141)

Saudaraku,
Boros terhadap harta adalah kecenderungan manusia. Perilaku boros adalah salah satu tipu daya setan yang tiada henti menjebak kita. Sehingga membuat harta yang kita miliki justru berpotensi mencelakai diri kita sendiri jika tidak cermat mempergunakannya.

Hal ini dapat kita perhatikan dalam keseharian kita. Orang yang punya harta berlimpah, memiliki lebih besar peluang menjadi pecinta harta. Makin bagus, makin mahal, maka makin senang, dan makin cintalah ia kepada harta yang dimilikinya. Bahkan muncul keinginan untuk pamer. Ia ingin tampil lebih wah, lebih bermerek, atau lebih keren dari orang lain. Padahal, semua itu justru akan menyiksa dirinya...

Satu pengalaman ketika seseorang diberi sebuah ballpoint. Dari penampilannya ballpoint ini sangat bagus, mengkilat, dan ketika dipakai menulis pun enak. Tapi, ballpoint ini menjadi barang yang menyengsarakan ketika ada yang memberitahu bahwa ballpoint ini merek terkenal. Gara-gara tahu itu ballpoint mahal, sikap pun jadi berubah. Tiba-tiba jadi takut hilang, ketika dibawa takut jatuh, ketika dipinjam takut cepat habis tintanya, mau disimpan takut mubazir, ditambah lagi saat dipakai pun malu mungkin nanti ada yang komentar, "Wah, ballpoint-nya mahal! "Begitulah, sungguh tersiksa!

Saudaraku, 
Karenanya, berhati-hatilah. Kita harus benar-benar mengendalikan keinginan kita. Ingat, yang terpenting adalah kemanfaatannya. Buat skala prioritas, misalnya, haruskah membeli sepatu seharga 1 juta rupiah padahal keperluan kita hanya sepatu olahraga. Apalagi di hadapan kita ada aneka pilihan harga, mulai dari yang 700 ribu, 400 ribu, 200 ribu, sampai yang 100 ribu rupiah...

Dalam posisi seperti ini, carilah sepatu yang paling tidak membuat kita menjadi sombong ketika memakainya, yang paling tidak menyiksa diri dalam merawatnya, dan yang paling bisa bermanfaat sesuai tujuan utama dari pembelian sepatu tersebut...

Saudaraku,
Sikap boros lebih dekat kepada perilaku syaitan. Karenanya hidup sederhana adalah nilai yang perlu kita tanamkan kuat-kuat dalam diri. Hidup sederhana bukan berarti tidak boleh membeli barang-barang yang bagus, mahal, dan bermerek. Silahkan saja, sepanjang proporsional dengan keperluan kita. Tapi ternyata kalau yang terjadi adalah pemborosan, apalagi diiringi _riya_ (suka pamer), maka itu sama sekali tidak akan menjadi keberkahan bagi kita...

Tidak setiap keinginan harus dipenuhi. Karena jikalau kita ingin membeli sesuatu hanya karena alasan ingin, sesungguhnya keinginan itu cepat berubah. Kalau kita membeli sesuatu karena suka, maka ketika melihat yang lebih bagus, akan hilanglah selera kita pada barang yang awalnya lebih bagus tadi. Belilah sesuatu hanya karena perlu dan mampu saja...

Misalnya, ketika tersirat ingin membeli motor baru, tanyakan pada diri kita, perlukah kita membeli motor baru? Sudah wajibkah kita membelinya? Nah, ketika jawaban pertanyaan tadi sudah dapat diterima akal sehat, maka kalaupun jadi membeli pilihlah yang skalanya sesuai dengan keperluan...

Tahanlah keinginan untuk berlaku boros dengan sekuat tenaga. Yakinlah, makin kita bisa mengendalikan keinginan kita, InsyaaAllah kita akan semakin terpelihara dari sikap boros. Sebaliknya, jika tidak dapat kita kendalikan, maka pastilah kita akan disiksa oleh barang-barang kita sendiri. Kita akan disiksa oleh kendaraan kita dan disiksa oleh harta kita yang kita miliki. Rugi, sangat rugi orang yang memperturutkan hidupnya hanya karena sesuatu yang dianggap keren atau bermerek. Apalagi, keren menurut kita belum tentu keren menurut orang lain...
   
Saudaraku,
Di sisi lain, harta berfungsi sebagai pemelihara _murû`ah_ (kehormatan, kewibawaan) seseorang di tengah komunitas sosialnya. Ibnu Hibban rahimahullah mengatakan,

 وَمِنْ أَحْسَنِ مَا يَسْتَعِسْنُ بِهِ الْمَرْأُ عَلَى إِقَامَةِ مُرُوْءَتِهِ الْمَالُ الصَّالحُ

"Termasuk hal terpenting untuk membantu seseorang menegakkan kehormatan dirinya ialah harta yang baik." 

Dengan modal uang di genggaman, seseorang sudah bisa menjaga agama, kehormatan dan kemuliaan dirinya. Ia tidak perlu menghinakan wajahnya dengan perbuatan yang dapat menghinakannya. Semisal mencuri, merampok, maupun korupsi, dan perbuatan lain yang tidak dibenarkan syariat. Karena semua perbuatan itu sangat jelas dilarang agama. Oleh karena itu, syariat Islam memberi peringatan bahaya _as-saraf_ (pemborosan) maupun berlebihan dalam pembelanjaan. Syaikh al-‘Utsaimin rahimahullah berkata: “Orang yang terbiasa hidup dalam kemewahan, akan merasakan sulit menghadapi berbagai keadaan. Sebab, tidak menutup kemungkinan datang kepadanya persoalan-persoalan yang tidak memungkinkan orang tersebut menyelesaikannya dalam kenyamanan.”

(Syarhu Hilyati Thâlibil-‘Ilmi, hlm. 34)

Saudaraku,
Nilai positif lain dari cara hidup sederhana, dapat mendorong seseorang menjadi pribadi yang pandai bersyukur dan toleran, menghargai nikmat-nikmat Allah Azza wa Jalla sekecil apapun. Karena masih banyak orang yang berada di bawahnya secara ekonomi. Dengan itu, keimanannya akan bertambah. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

 إِنَّ الْبَذَاَةَ مِنَ الْإيْمَانِ

"Sesungguhnya hidup sederhana termasuk cabang dari iman."

(Ash-Shahîhah, 341)

_Al-i’tidâl_ atau _wasath_ (memilih sikap tengah-tengah) merupakan spirit umum dalam Islam. Dalam konteks gaya hidup, berhemat memiliki keselarasan dengannya. Perilaku tersebut sangat bermanfaat, baik bagi individu maupun pemerintahan. Meksi demikian, bukan berarti seorang muslim harus menghapus menu daging yang sebenarnya terjangkau olehnya. Atau kemudian hanya membeli dan mengenakan baju-baju bekas tambalan dan berpenampilan kumuh atau kotor. Akan tetapi, seperti diungkap oleh Imam Ibnu Katsiir, janganlah engkau bakhil lagi kikir, sehingga tidak memberi kepada siapapun. Dan jangan berlebihan dalam menggunakan uang, sehingga mengakibatkan pembelanjaannya di luar kemampuannya dan melebihi pendapatan yang diperolehnya.

(Tafsîrul-Qur`ânil-‘Azhîm, 5/70)

Karenanya, hiduplah sederhana. Pastikan kita membeli barang karena keperluan dan kemampuan. Sungguh, barang yang kita miliki tidak menjadi penentu derajat kemuliaan kita. Kemuliaan kita akan terpancar dengan sendirinya dari pribadi yang senantiasa penuh syukur dalam setiap keadaan...

Semoga Allah Azza wa Jalla mengaruniakan hidayah-Nya kepada kita, sehingga kita tetap istiqamah senantiasa menghindari hidup bermewah-mewah dan bakhil untuk meraih ridha-Nya...
Aamiin Ya Rabb.

_Wallahua'lam bishawab_





Penulis Blog
Si Pembebas Hutang Riba
Coach Abah Anto

Komentar

Postingan Populer